Skip to main content
Artikel

Paradigma Upaya P4GN di Indonesia

Dibaca: 40 Oleh 29 Des 2021Tidak ada komentar
berita dan artikel 1
#BNN #StopNarkoba #CegahNarkoba

Beberapa tahun terakhir, eskalasi permasalahan narkoba di Indonesia terus meningkat. Hal ini terlihat dari fenomena peningkatan kasus kejahatan narkoba dan jumlah penyalah guna narkoba. Peningkatan penyalah guna narkoba terlihat dari angka prevalensi penyalah guna narkoba yang terus mengalami peningkatan. Tahun 2021 Prevalensi di Indonesia mengalami kenaikan dari 1,80% menjadi 1,95% atau meningkat sebesar 0, 15 %. Apabila dijabarkan dari jumlah penduduk produktif (15-64 tahun) yang terpapar narkoba tahun 2021 jumlah pernah pakai sebanyak 4.827.616 orang sedangkan setahun pakai sebanyak 3.662.646 orang.

Kini, penanganan masalah narkoba di sejumlah negara menunjukkan fenomena menarik, yakni terjadinya pergeseran paradigmatik. Jika semula hanya berorientasi pada upaya pemberantasan sindikat kejahatan narkoba termasuk penyalah guna narkoba, kini berubah menuju pendekatan rehabilitasi penyalah guna narkoba. Ahimsa (2009) mendefinisikan paradigma sebagai seperangkat konsep yang berhubungan satu sama lain secara logis membentuk sebuah kerangka pemikiran yang berfungsi untuk memahami, menafsirkan dan menjelaskan kenyataan dan/ atau masalah yang dihadapi. Paradigma ini dalam kajian hukum dikenal dengan konsepsi dekriminalisasi penyalah guna narkoba.

Konsepsi dekriminalisasi penyalah guna narkoba (dalam Anang Iskandar, 2013) dinyatakan bahwa penyalah guna narkoba diancam hukuman pidana namun tidak dihukum penjara, melainkan diberikan alternatif penghukuman rehabilitasi. Hal ini selaras dengan roh Undang-Undang 35 tahun 2009 tentang narkotika. Pemberian penghukuman rehabilitasi dinilai jauh lebih baik dan bermanfaat bagi penyalah guna daripada dipenjara karena apabila semua yang menggunakan narkoba masuk penjara tanpa dipisah antara pengedar, kurir dan korban justru akan mengubah korban narkotika menjadi kurir dan pengedar yang justru akan meningkatkan jumlah pengguna narkotika di Indonesia.

Dengan meningkatnya penggunaan narkotika tahun 2021 yang terjadi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memiliki dampak yang sangat berbahaya bagi generasi muda penerus bangsa. Salah satunya adalah berkurangnya sumber daya manusia yang mumpuni untuk bersaing di dunia internasional akibat terpapar akan bahaya Narkoba. Mendengar hal tersebut sangatlah miris jika kita sebagai generasi penerus bangsa hanya tinggal diam menyaksikan hal tersebut. Apalagi dengan adanya beberapa daerah atau perkampungan yang telah dicap sebagai kampung Narkoba atau wilayah rawan Narkoba di Indonesia.

Oleh sebab itu satu demi satu daerah rawan Narkoba di wilayah NKRI dirangkul Badan Narkotika Nasional (BNN) melalui Direktorat Pemberdayaan Alternatif Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat dengan melakukan komunikasi intens disalah satu daerah yang terkenal karena rawan Narkoba yaitu Kampung Beting, Pontianak, Kalimantan Barat.
Setelah melakukan komunikasi panjang, Direktorat Pemberdayaan Alternatif BNN berhasil memasuki kampung tersebut dan mencoba untuk berinteraksi dengan masyarakat setempat serta mengajak agar beralih profesi bisnis kepada yang lebih baik, salah satunya adalah dengan diadakannya kegiatan pengembangan kewirausahaan bagi masyarakat kawasan rawan narkoba yaitu membuat kerajinan tangan (handycraft) yang berkualitas baik agar tak kalah saing dipasaran.

Kegiatan positif ini perlu dilakukan untuk daerah rawan narkoba diseluruh Indonesia untuk alih profesi bisnis keluarga. Data yang diperoleh dari “Indonesia Drugs Report 2021” bahwa terdapat alih fungsi lahan dan alih profesi dikawasan rawan dari 120 hektar lahan ganja beralih menjadi lahan produktif, dan 166 petani ganja beralih profesi petani komoditas. Adapun data dari beberapa wilayah di Indonesia yang beralih fungsi sebagai berikut ini:

  1. Gayo luwes, 78 orang petani ganja beralih menjadi petani tanaman komoditas, 59 Hektar lahan ganja dialihfungsikan menjadi lahan produktif.
  2. Aceh Besar 55 orang petani ganja beralih menjadi tanaman komoditas, 60 Hektar lahan ganja dialihfungsikan menjadi lahan produktif.
  3. Bireuen 35 orang petani ganja beralih menjadi petani tanaman komoditas, 30 Hektar lahan ganja dialihfungsikan menjadi lahan produktif.

Sedangkan untuk kawasan rawan narkoba di Indonesia terjadi diseluruh wilayah baik itu pedesaan dan perkotaan. Kawasan rawan narkoba di perkotaan adalah wilayah baik ibukota, kota provinsi, maupun kota Kabupaten yang dikenal masyarakat sebagai kawasan rawan peredaran gelap, transaksi, produksi gelap, dan penyalahgunaan narkoba, yang digunakan oleh keluarga-keluarga dari warga kota tersebut sebagai mata pencarian alternatif, namun menimbulkan keresahan dan kerugian bagsa dari dampak kegiatannya.

Adapun jumlah alih profesi pada kawasan rawan di daerah Perkotaan:

  1. Aceh, 150 orang menjadi pengrajin Handycraft
  2. Sumatera Utara, 100 orang menjadi pengrajin Handycraft
  3. Kalimantan barat, 80 orang mejadi pengrajin Handycraft
  4. Kalimantan Selatan, 50 orang menjadi pengrajin Handycraft
  5. Sulawesi Selatan, 50 orang menjadi pengrajin Handycraft
  6. Nusa Tenggara Barat, 50 orang menjadi pengrajin Handycraft

Dengan adanya kegiatan intervensi Program Pemberdayaan Alternatif pada kawasan rawan seperti alih profesi dan alih lahan diharapkan daerah rawan narkoba bisa menjadi daerah yang bersinar (bersih narkoba). Badan Narkotika Nasional mengadakan berbagai pelatihan kepada daerah rawan narkoba seperti:

  1. Handycraft pembuatan sabun herbal ramah lingkungan, pembuatan sabun cair dan sabun padat, pembuatan masker, pembuatan kue, dll.
  2. Pelatihan menjahit, pelatihan instalasi pompa hydram, service AC, pelatihan menyablon, pelatihan pembuatan sepatu dan sandal kulit, pelatihan anyaman dari lidi kelapa, pelatihan pangkas rambut dan salon.
  3. Kerajinan kewirausahaan kopi kekinian, pengolahan biji enau jadi kuliner kolang kaling, pembuatan makanan olahan hasil laut, pengolahan ikan tongkol dan tenggiri (abon tongkol, pempek tenggiri, dan bakso ikan), pegolahan rumput laut menjadi kue kering (semprit, nastar, dan kue kacang), kerajinan tangan tenun ikat NTT, Pengolahan kopi,kreasi batik sasirangan, kreasi tas purun, bros dan sampul batik sasirangan, budidaya cacing sutera, dll.

Badan Narkotika Nasional Provinsi Bengkulu juga melaksanakan kegiatan intervensi Program Pemberdayaan Alternatif pada kawasan rawan Kelurahan Sawah Lebar Kota Bengkulu dengan memberikan pelatihan jasa cleaning air conditioner dan handycraft pembuatan tas dari tali kur.

Kirim Tanggapan