
Peningkatan penyalahgunaan narkoba di Indonesia begitu pesat menjadi masalah terbesar bagi Pemerintah, bahkan penyalahgunaan narkoba juga ditetapkan sebagai permasalahan internasional. Penyalahgunaan narkoba merupakan penggunaan yang tanpa izin dan tidak memiliki hak mengguna narkoba (UU Narkotika No 35 Tahun 2009).
Saat Ini Indonesia ditetapkan berada dalam kondisi darurat narkoba, hal ini menunjukkan bahwa penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba sudah sangat mengkhawatirkan dengan angka kematian pecandu 30 orang per hari, dan kerugian negara mencapai 84,7 trilyun rupiah. Saat ini tidak ada tempat yang aman dari peredaran narkoba, tidak hanya di perkotaan namun peredaran narkoba juga telah sampai ke pedesaan.
Melihat fenomena sekarang, pemuda yang kecanduan narkoba rata-rata terjerumus akibat rasa penasaran, rasa penasaran tersebut muncul karena kurangnya informasi yang mereka terima. Karena tidak pernah diberi tahu mengenai resiko konsumsi narkoba, maka mereka penasaran dan coba-coba. Dari kasus semacam ini seharusnya menjadi pelajaran bagi Pemerintah dengan melakukan penyuluhan dan sosialisasi bahaya narkoba sehingga masyarakat tidak terjerumus karena rasa penasaran akibat kurangnya informasi.
Hasil Survei Nasional yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Data dan Informasi (Puslitdatin) Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia bekerjasama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada tahun 2019 menunjukkan bahwa 1,80 % (3.419.188 orang) penduduk Indonesia berumur 15 – 64 tahun menggunakan narkoba dalam satu tahun terakhir. Sedangkan di Provinsi Bengkulu, jumlah masyarakat yang terpapar narkoba tahun 2019 sebesar 19.698 orang atau dengan angka prevalensi sebesar 1,30 %.
Dikutip dari laman resmi Badan Narkotika Nasional (BNN) Republik Indonesia (RI) selaku focal point di bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) mengantongi angka penyalahgunaan narkoba tahun 2017 sebanyak 3.376.115 orang pada rentang usia 10-59 tahun. Sedangkan angka penyalahgunaan Narkoba di kalangan pelajar di tahun 2018 (dari 13 ibukota provinsi di Indonesia ) mencapai angka 2,29 juta orang.
Maraknya kasus tindak pidana narkotika membuat Pemerintah membuat kebijakan atau strategi tindakan untuk melindungi masyarakat Indonesia khususnya Provinsi Bengkulu, salah satunya dengan adanya kebijakan Program Kelurahan Desa Bebas Narkoba (Bersinar) Implementasi merupakan salah satu tahap dalam proses kebijakan publik. Biasanya implementasi dilaksanakan setelah sebuah kebijakan dirumuskan dengan tujuan yang jelas.(Afan,2009:295). Menurut Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn dalam Solichin Abdul Wahab (2012), Proses implementasi kebijakan publik baru dapat dimulai apabila tujuan-tujuan kebijakan publik telah ditetapkan, program-program telah dibuat, standar pelaksanaan sudah ditentukan, dan dana telah dialokasikan untuk pencapaian tujuan kebijakan tersebut. Adapun tahapan selanjutnya dalam mengimplementasikan kebijakan Pemerintah adalah tahap pelaksanaan kebijakan itu sendiri kemudian selanjutnya monitoring dan evaluasi.
Desa bersinar adalah suatu wilayah setingkat Kelurahan/Kelurahan/Desa yang memiliki kriteria tertentu dimana terdapat pelaksanaan program P4GN yang dilaksanakan secara massif. Regulasi dari desa bersinar antara lain INPRES nomor 2 tahun 2020 tentang RAN P4GN tahun 2020-2024, Permendagri nomor 12 tahun 2019 tentang fasilitasi P4GN, Permendagri nomor 130 tahun 2018 tentang Pemberdayaan masyarakat di kelurahan, Permendes nomor 21 tahun 2020 tentang pedoman umum pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa diterbitkan, dan RKP BAPPENAS tahun Anggaran 2021. Implementasi Program Desa/Kelurahan Bersinar (Bersih Narkoba) mulai dilaksanakan pada pertengahan tahun 2019 berdasarkan Surat Edaran Nomor:SE/82/XII/DE/PC.00/2019/BNN tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Desa Bersih Narkoba. Program ini memiliki tujuan untuk menciptakan kondisi aman dan tertib bagi masyarakat desa/kelurahan/kalurahan sehingga masyarakat desa bersih dari penyalahgunaan narkoba
Tahapan pembentukan desa bersinar adalah sebagai berikut : membangun komitmen, pemilihan desa, penetapan desa, menyusun Pokja, penganggaran, perencanaan, pencanangan, dan pelaksanaan program dan kegiatan..
Berdasarkan data dari BNNP Provinsi Bengkulu, kawasan rawan narkoba di Kota Bengkulu terdiri dari Kelurahan Sawah Lebar, Pasar Bengkulu, Kelurahan Padang Serai, Kelurahan Sidomulyo. BNNP Provinsi Bengkulu dalam mengatasi penyalahgunaan
Kelurahan Bersinar di Sawah Lebar telah dilaksanan dengan kegiatan sebagai berikut:
- Koordinasi dan Sosialisasi Desa Bersinar
- Sosialisasi Narkoba kepada masyarakat Kel. Sawah Lebar
- FGD Peran Serta masyarakat
- Rapat koordinasi ketahanan keluarga dengan pihak kelurahan dan sekolah
- Koordinasi terkait kegiatan penggiat anti narkoba
- Pemasangan spanduk “selamat datang di kelurahan bersinar “
- Pemasangan baliho HANI di kantor kelurahan Sawah Lebar
- Koordinasi terkait pemberdayaan masyarakat dengan pihak kelurahan Sawah Lebar
- Pelaksanaan Intervensi Berbasis Masyarakat (IBM) di kelurahan Sawah Lebar
- Lahirnya Agen Pemulihan (AP) di kelurahan Sawah Lebar
- Raker dalam rangka sinergi program dayatif dengan pihak kelurahan Sawah Lebar dan stake holder terkait.
Badan Narkotika Nasional (BNN)
- Dasar dibentuknya Badan Narkotika Nasional
Pemerintah mengesahkan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 23 Tahun 2010 Tentang Badan Narkotika Nasional sebagai dasar pembentukan BNN. Kemudian BNN diberikan kewenangan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika yang diatur dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sebagai perubahan atas UU Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.
Berdasarkan peraturan tersebut, status BNN menjadi Lembaga Pemerintah Non-Kementrian (LPNK) dengan struktur vertikal ke Provinsi dan Kabupaten/Kota. Di Provinsi dibentuk BNN Provinsi, dan di Kabupaten/Kota dibentuk BNN Kabupaten/Kota. BNN dipimpin oleh seorang Kepala BNN yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. BNN berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kepala BNN dibantu oleh seorang Sekretaris Utama, Inspektur Utama, dan 5 (lima) Deputi yaitu Deputi Pencegahan, Deputi Pemberdayaan Masyarakat, Deputi Rehabilitasi, Deputi Pemberantasan, dan Deputi Hukum dan Kerja Sama.(BNN, 2020)
Saat ini, BNN telah memiliki perwakilan daerah di 34 Provinsi. Sedangkan di tingkat kabupaten dan kota, BNN telah memiliki 173 BNN Kabupaten/Kota. Secara bertahap, perwakilan ini akan terus bertambah seiring dengan perkembangan tingkat kerawanan penyalahgunaan Narkoba di daerah. Dengan adanya perwakilan BNN di setiap daerah, memberi ruang gerak yang lebih luas dan strategis bagi BNN dalam upaya P4GN. Dalam upaya peningkatan performa pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan serta peredaran gelap Narkoba, dan demi tercapainya visi “Indonesia Bebas Narkoba”.
- Kewenangan Badan Narkotika Nasional
Menurut pasal 71 Undang-undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Badan Narkotika Nasional memiliki kewenangan sebagai berikut:
Dalam melaksanakan tugas pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, BNN berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Kemudian, dalam rangka penyidikan, penyidik Badan Narkotika Nasional memiliki kewenangan yang diatur dalam pasal 75 Undangundang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika sebagai berikut:
- Melakukan penyelidikan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang adanya penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
- Memeriksa orang atau korporasi yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
- Memanggil orang untuk didengar keterangannya sebagai saksi;
- Menyuruh berhenti orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika serta memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
- Memeriksa, menggeledah, dan menyita barang bukti tindak pidana dalam penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
- Memeriksa surat dan/atau dokumen lain tentang penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
- Menangkap dan menahan orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
- Melakukan interdiksi terhadap peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika di seluruh wilayah juridiksi nasional;
- Melakukan penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang cukup;
- Melakukan teknik penyidikan pembelian terselubung dan penyerahan di bawah pengawasan;
- Memusnahkan Narkotika dan Prekursor Narkotika; l. Melakukan tes urine, tes darah, tes rambut, tes asam dioksiribonukleat (DNA), dan/atau tes bagian tubuh lainnya;
- Mengambil sidik jari dan memotret tersangka;
- Melakukan pemindaian terhadap orang, barang, binatang, dan tanaman;
- Membuka dan memeriksa setiap barang kiriman melalui pos dan alat-alat perhubungan lainnya yang diduga mempunyai hubungan dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
- Melakukan penyegelan terhadap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang disita;
- Melakukan uji laboratorium terhadap sampel dan barang bukti Narkotika dan Prekursor Narkotika;
- Meminta bantuan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan tugas penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
- Menghentikan penyidikan apabila tidak cukup bukti adanya dugaan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Selain daripada pasal 75 Undang-undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, penyidik BNN juga memiliki kewenangan yang diatur dalam pasal 80 Undang-undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, sebagai berikut :
- Mengajukan langsung berkas perkara, tersangka, dan barang bukti, termasuk harta kekayaan yang disita kepada jaksa penuntut umum;
- Memerintahkan kepada pihak bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga dari hasil penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika milik tersangka atau pihak lain yang terkait;
- Untuk mendapat keterangan dari pihak bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka yang sedang diperiksa;
- Untuk mendapat informasi dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
- Meminta secara langsung kepada instansi yang berwenang untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri;
- Meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka kepada instansi terkait;
- Menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau mencabut sementara izin, lisensi, serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang sedang diperiksa; dan
- Meminta bantuan interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri.
Evaluasi Program
Evaluasi adalah upaya untuk mendokumentasikan dan melakukan penilaian tentang apa yang terjadi (Kuncoro, 2010: 33). Sedangkan menurut Abdul (2014: 14), Evalusi program adalah proses penetapan secara sistematis tentang nilai, tujuan, efektivitas atau kecocokan sesuatu sesuai dengan kriteria dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Proses penetapan keputusan itu didasarkan atas perbandingan secara hati-hati terhadap data yang diobservasi dengan menggunakan standard tertentu yang telah di bakukan.
Menurut Arikunto (2017: 33), mendefinisikan bahwa evaluasi program adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan program sudah dapat terealisasi. Sedangkan Stufflebeam (2013) menjelaskan bahwa evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil keputusan.
Berdasarkan dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan evaluasi program adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu program pemerintah yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternative atau pilihan yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan. Melalui evaluasi maka akan ditemukan fakta pelaksanaan kebijakan publik dilapangan yang hasilnya bisa positif ataupun negatif. Sebuah evaluasi yang dilakukan secara professional akan menghasilkan temuan yang obyektif yaitu temuan apa adanya baik data, analisis dan kesimpulannya tidak dimanipulasi yang pada akhirnya akan memberikan manfaat kepada perumus kebijakan, pembuat kebijakan dan masyarakat.
- Evaluasi Program Mode CIPP (Context, Input, Procces, Product)
Mengevaluasi program berkaitan dengan pengambilan keputusan yang mana keputusan diambil untuk menindak lanjuti program yang sudah berjalan seperti yang diungkapkan. Menurut Sudjana (2018:31), model evaluasi program yang terpusat untuk pengambilan keputusan adalah model evaluasi CIPP, alasan pengambilan model ini karena kedekatannya dengan evaluasi program yang sistematik mencakup komponen, proses, dan tujuan program.
Menurut Kusuma (2016:24), mengemukakan pendapat yang sama bahwa evaluasi dengan model CIPP ini, pada prinsipnya mendukung proses pengambilan keputusan dengan mengajukan pemilihan alternatif dan penindak lanjutan konsekuensi dari suatu keputusan.
Berdasarkan dari pendapat ahli dan mengacu pada beberapa model evaluasi diatas maka yang dirasa paling tepat untuk mengevaluasi program Desa/Kelurahan Bersih Narkoba (Bersinar) adalah dengan menggunakan model evaluasi CIPP oleh Stufflebeam. Berikut akan dijelaskan mengenai tahapan evaluasi menggunakan model CIPP.
Menurut Kusuma (2016:26), model CIPP merupakan hasil kerja para tim peneliti, yang tergabung dalam suatu organisasi komite Phi Delta Kappa USA, yang ketika itu diketuai oleh Daniel Stuffle-Beam. Menurut Stufflebeam (1993), untuk mewakili 4 keputusan terdapat empat jenis evaluasi yang masing-masing diperuntukkan bagi setiap tipe keputusan, yaitu:
- Context evaluation as a means of servicing planning decisions
- Input evaluation these structuring decision
- Procces evaluation to guide implementing
- Product evaluation to serve recycling decisions
Adapun aspek-aspek dari setiap model CIPP (Context, Input, Process, dan Produk), maka masing-masing aspek tersebut akan dijelaskan seperti berikut :
- Evaluasi Konteks (Context Evaluation)
Stufflebleam (1993) menjelaskan jika The primary orientation of a context evaluation is to identify the strengths and weeknesses of some object, such as an institution, a program, a target population, or a person, and to provide direction for improvement. Hal ini dapat diartikan orientasi utama dari evaluasi konteks adalah untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari beberapa objek, seperti institusi, program, populasi target, atau seseorang, dan untuk memberikan arahan untuk perbaikan. Lebih lanjut Stufflebleam (1993) menjelaskan jika,
evaluasi contexs merupakan penggambaran dan spesifikasi tentang lingkungan program (latar belakang yang mempengaruhi tujuan dan strategi yang akan dikembangkan atau dicapai dalam system program), legalitas program, dukungan lingkungan, karakteristik populasi dan sasaran serta tujuan program.
Maka dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dari evaluasi konteks adalah mengevaluasi perencanaan program dan tujuan dari suatu program sesuai dengan kebutuhan dan peluang yang belum dimanfaatkan dan menganalisis dukungan apa saja yang didapat dalam pelaksanaan program.
- Evaluasi Masukan (Input Evaluation)
Stufflebeam (1993) mengemukakan The main orientation of an input evaluation is to help prescribe a program by which to bring about needed changes.” Diartikan orientasi utama dari evaluasi masukan adalah untuk membantu meresepkan sebuah program yang digunakan untuk membawa perubahan tentang kebutuhan. Sedangkan menurut Stufflebleam (1993) sebagai berikut:
evaluasi input menyediakan informasi tentang aspek saranaprasarana yang mendukung tercapainya tujuan program yang ditetapkan. Komponen input mencakup indikator: SDM (sasaran program, pendamping dan pengelola program), materi pelatihan, jenis kegiatan, sarana dan prasaran pendukung, dana/anggaran, prosedur atau aturan yang diperlukan.
Maka dari beberapa pendapat di atas maka ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan “evaluasi masukan (input) adalah mengevaluasi sumber-sumber yang ada, dan strategi untuk mencapai tujuan program”.
- Evaluasi Proses (Process Evaluation)
Selanjutnya Stufflebeam (1993) mengemukakan the process evaluator could review the program plan and any prior evaluation on which it is based to identify on which it is based to identify important aspects of the program that should be monitored. Lebih lanjut Stufflebleam (1993) menjelaskan jika,
Evaluasi process menyediakan informasi untuk melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan prosedur dan strategi yang dipilih di lapangan, sejauhmana rencana yang telah ditetapkan dilaksanakan, apakah sudah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dan apakah mempertimbangkan karakteristik sasaran program. Komponen proses mencakup indikator: persiapan, proses pemberdayaan, bimbingan usaha, kemitrausahaan, pengendalian pelaksanaan program, hambatan/dukungan yang dijumpai selama pelaksanaan program.
Maka dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi proses “adalah mengevaluasi pelaksanaan dan prosedur program yang sedang dilaksanakan untuk mendeteksi atau memprediksi kekurangan dalam rancangan prosedur kegiatan.
- Evaluasi Produk/ Hasil (Product Evaluation)
Stufflebeam (1993) menjelaskan tujuan evaluasi produk “The purpose of a product evaluation is to measure, interpret, and judge the attainments of a program.” Yang artinya tujuan dari evaluasi produk adalah untuk mengukur, menafsirkan, dan menilai pencapaian dari program. Lebih lanjut Stufflebleam (1993),
Evaluasi product menghasilkan informasi untuk menentukan sejauhmana tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dapat dicapai dan unutk menentukan apakah strategi, prosedur atau metode yang telah diimplementasikan dalam rangka mencapai tujuan-tujuan tersebut harus dihentikan, diperbaiki, atau dilanjutkan dalam bentuknya yang sekarang. Komponen produk mencakup indikator: pencapaian tujuan, dampak program terhadap sasaran didik, orangtua/masyarakat dan penyelenggara”.
Berdasarkan pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi produk merupakan evaluasi yang dilakukan untuk mengukur ketercapaian kriteria evaluasi dan tujuan yang telah ditetapkan. Data yang dihasilkan akan sangat menentukan apakah program diteruskan, dimodifikasi atau dihentikan.
- Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan merupakan sebuah pelaksanaan dari sebuah keputusan atau kebijakan yang telah dirumuskan. Implementasi kebijakan merupakan yang lebih penting dari pembuatan kebijakan, sebab tahap ini merupakan langkah yang menjembatani suatu kebijakan suatu kebijakan untuk menuju tujuan awal yang telah dirumuskan. Disamping itu implementasi kebijakan nantinya juga akan memasuki ranah permasalahan atau konflik mengenai siapa memperoleh apa dalam suatu implementasi kebijakan tersebut.(Suharsono, 2011)
Van Meter dan Van Horn (2012) memandang implementasi kebijakan harus dilakukan secara kolektif kolegial untuk publik, baik tindakan dari individu maupun kelompok yang kesemuanya diarahkan pada pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan kebijakan sebelumnya. Selanjutnya upaya-upaya akan terus dilakukan untuk mencapai perubahan yang diamanatkan dalam kebijakan.
Implementasi kebijakan di Indonesia sebagian besar menganut model top- down yaitu sebuah keputusan kebijakan yang dirumuskan dan dibuat oleh pemerintah yang memiliki wewenang lebih tinggi ditujukan pada pemerintahan yang berada pada hirarki dibawahnya yang bertujuaan untuk mensejahterakan masyarakatnya. Dan dalam upaya memperkuat efektivitas implementasi maka muncul beberapa pendekatan implementasi. (Solichin, 2012)
Pertama, pendekatan struktural yang menyelaraskan rancangan kebijakan dengan rancangan organisasi pelaksana kebijakan agar keduanya dapat berjalan bersamaan. Kedua, pendekatan prosedural dan manajerial, dalam pendekatan ini implementasi dipandang sebagai rangkaian masalah teknis kegiatan atau masalah manajerial dalam mengeksekusi sebuah kebijakan. Sedangkan prosedur-prosedur yang dimaksud adalah yang berhubungan dengan penjadwalan, perencanaan dan pengawasan. Ketiga, pendekatan prilaku yang bertujuan untuk menciptakan suasana saling percaya antara para pemilik kewenangan dan masyarakat sasaran. Keempat, pendekatan politik yang mengacu pada pola- pola kekuasaan dan pengaruhnya didalam lingkungan organisasi tersebut.
Implementasi kebijakan dapat dikatakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri. Keberhasilan suatu implementasi kebijakan dapat diukur atau dilihat dari proses dan pencapaian tujuan hasil akhir (output), yaitu: tercapai atau tidaknya tujuan-tujuan yang ingin diraih. Berikut akan dijelaskan mengenai konsep implementasi yang di paparkan oleh beberapa ahli diantaranya:
Budi Winarno (2010) yang mengatakan bahwa implementasi kebijakan dibatasi sebagai menjangkau tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu pemerintah dan individu-individu swasta (kelompok-kelompok) yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijaksanaan sebelumnya.
Solichin (2012) membatasi implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan individu-individu (kelompok-kelompok) pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan sebelumnya.
Dari definisi diatas dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan terdiri dari tujuan atau sasaran kebijakan, aktivitas, atau kegiatan pencapaian tujuan, dari hasil kegiatan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa implementasi merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri. Keberhasilan suatu implementasi kebijakan dapat diukur atau dilihat dari proses dan pencapaian tujuan hasil akhir (output), yaitu : tercapai atau tidaknya tujuan-tujuan yang ingin diraih.
Menurut Brian W.Hogwood dan Lewis A.Gun yang dikutip Solichin Abdul Wahab (2012), syarat-syarat implementasi dapat berjalan dengan baik adalah :
- Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan atau instansi pelaksana tidak akan mengalami gangguan atau kendala yang serius.
- Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup memadai
- Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia
- Kebijaksanaan yang akan diimplementasikan didasarkan oleh suatu hubungan kausalitas yang handal.
- Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnnya
- Hubungan saling ketergantungan kecil
- Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan
- Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat
- Komunikasi dan koordinasi yang sempurna
- Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna.
- Proses Implementasi Kebijakan
Menurut Irfan Islamy (2009), tahapan-tahapan implementasi yang diperlukan agar implementasi kebijakan yang ditetapkan dapat berjalan efektif adalah sebagai berikut :
- Bersifat self-executing, yang berarti bahwa dengan dirumuskannya dan disahkannya suatu kebijakan maka kebijakan tersebut akan terimplementasikan dengan sendirinya, misalnya pengakuan suatu negara terhadap kedaulatan negara lain.
- Bersifat non self-executing yang berarti bahwa suatu kebijakan publik perlu diwujudkan dan dilaksanakan oleh berbagai pihak supaya tujuan pembuatan kebijakan tercapai.
Menurut, Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn dalam Solichin Abdul Wahab (2012) dalam buku analisis kebijakan: dari formulasi ke implementasi kebijakan negara mengemukakan sejumlah tahap implementasi sebagai berikut :
- Tahap I
Terdiri atas kegiatan-kegiatan:
- Menggambarkan rencana suatu program dengan penetapan tujuan secara jelas
- Menentukan standar pelaksanaan
- Menentukan biaya yang akan digunakan beserta waktu pelaksanaan.
- Tahap II
Merupakan pelaksanaan program dengan mendayagunakan struktur staf, sumber daya, prosedur, biaya serta metode.
- Tahap III
Merupakan kegiatan-kegiatan:
- Menentukan jadwal
- Melakukan pemantauan
- Mengadakan pengawasan untuk menjamin kelancaran pelaksanaan program.Dengan demikian jika terdapat penyimpangan atau pelanggaran dapat diambil tindakan yang sesuai dengan segera.
Desa Bersih Narkoba (Bersinar)
- Pengertian Desa Bersinar
Desa bersih narkoba dapat disingkat menjadi desa bersinar satuan wilayah setingkat kelurahan/desa yang memiliki kriteria tertentu dimana terdapat pelaksanaan program pencegahan dan pembelantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (P4GN) yang dilaksanakan secara massif.
Desa Bersinar direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi oleh dan untuk masyarakat, pemerintah pusat, pemerintah daerah, pemerintah desa, lembaga non pemerintah dan swasta berperan dalam fasilitasi, pendampingan dan pembinaan.
Desa Bersinar diharapkan dapat menjadi sebuah acuan dalam kerangka Rencana Aksi Khusus Pola Penanganan Masalah Narkoba di Kabupaten/Kota. Pemerintah Daerah /lintas sektor/OPD yang terlibat secara langsung dengan kegiatan Desa Bersinar harus membangun sebuah komitmen bersama, yang nantinya dapat diimplementasikan secara nyata dan berkualitas dalam sebuah program “Desa Bersinar”.
Inovasi strategis dalam penguatan program P4GN, terutama sebagai suatu langkah implementasi kegiatan prioritas yang memiliki daya ungkit terhadap upaya pencapaian target/sasaran yang telah ditetapkan serta memperluas cakupan penggarapan program P4GN yang dapat diterima manfaatnya secara langsung oleh masyarakat.
- Prasyarat Wajib dalam Pembentukan Desa Bersinar
Dalam proses pembentukan Desa Bersinar, suatu wilayah yang akan dijadikan sebagai lokasi Desa Bersinar perlu memerhatikan persyaratan wajib yang harus dipenuhi, yaitu:
- Tersedianya Data Kependudukan yang Akurat
Data kependudukan yang akurat adalah data yang bersumber dari Hasil Pendataan Keluarga, data Potensi Desa dan Data Catatan Sipil yang akurat sehingga dapat digunakan sebagai dasar penetapan prioritas, sasaran dan program yang akan dilaksanakan di suatu wilayah Desa Bersinar secara berkesinambungan.
- Dukungan dan Komitmen Pemerintah Daerah
Komitmen dan peranan aktif seluruh instansi/unit kerja pemerintah khususnya pemerintahan kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan dalam memberikan dukungan pelaksanaan program dan kegiatan yang akan dilaksanakan di Desa Bersinar dan memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan bidang tugas instansi masing-masing untuk meningkatkan ketahanan diri masyarakat dari bahaya penyalahgunaan narkoba serta meningkatkan taraf hidup masyarakat.
- Peran Aktif Masyarakat
Peran aktif masyarakat dalam pelaksanaan program Desa Bersinar dilakukan secara berkesinambungan guna meningkatkan daya tangkal masyarakat terhadap bahaya penyalahgunaan narkoba.
- Memenuhi Kriteria Wilayah
- Pesisir;
- Perbatasan;
- Perbatasan dengan kota (sub-urban);
- Perindustrian;
- Tujuan Pariwisata;
- Desa/Kelurahan di Indonesia.
- Tahapan Pembentukan Desa Bersinar
Adapun tahapan pembentukan desa Bersinar terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:
- Membangun Komitmen
Sebagai langkah awal, mewujudkan Desa bersinar perlu mendapatkan Dukungan dari semua pihak, baik dukungan politis, dukungan teknis dan dukungan operasional. Pada dasarnya hakekat membangun komitmen adalah untuk menjadikan Desa Bersinar sebagai program/kegiatan yang menjadi urusan bersama, sehingga kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di dalamnya dapat konsisten dan berkesinambungan.
Dukungan dan komitmen Bupati/walikota, Kepala OPD, Camat, Kepala Desa, BPD, LPMD, PKK, Karang Taruna dan para Tokoh Masyarakat/Agama merupakan modal utama proses pembentukan, operasional kegiatan, sampai dengan evaluasi dan pelaporan kegiatan Desa Bersinar. Langkah awal ini dikoordinasikan oleh perwakilan BNN RI/BNNP/BNNKab/Kota melalui berbagai forum.
- Pemilihan Desa Bersinar
- Saling bersinergi dan berkoordinasi antara BNNP/BNNKab/Kota dengan Pimpinan Daerah;
- Sesuai prasyarat wajib dalam Pembentukan Desa Bersinar
- Penyusunan Profil Wilayah yang akan dijadikan Program Desa Bersinar antara BNNP/BNNKab/Kota, Pemerintah Daerah beserta unsur Kecamatan dan unsur dari Desa/Kelurahan.
- Penetapan Desa Bersinar
Alur penetapan wilayah yang akan dijadikan Desa Bersinar sebagai berikut:
- Rekapitulasi profil wilayah di atas kemudian menjadi materi rapat penetapan wilayah Desa Bersinar;
- Rapat Penetapan wilayah Desa Bersinar dilaksanakan oleh perwakilan BNNP/BNNK dengan melibatkan Bupati/walikota dan OPD termasuk penempatan kelompok kegiatan, kader per Bidang yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing wilayah;
- Setelah ditetapkan melalui Rapat tersebut maka perlu dibuat Surat Keputusan untuk mengusulkan kepada Kepala Desa, Lurah atau camat untuk menetapkan Desa Bersih Narkoba;
- Penetapan wilayah Desa Bersinar kemudian ditindaklanjuti dengan penyusunan Struktur Organisasi Desa Bersinar oleh OPD dan disahkan melalui surat keputusan (SK) Bupati/walikota.
- Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Desa Bersinar
Secara umum, keberhasilan Desa Bersinar sangat dipengaruhi oleh 5 (lima) faktor utama, yaitu :
- Komitmen yang kuat dari para pemangku kebijakan di semua tingkatan (Kabupaten, Kecamatan, Desa dan Kelurahan)
- Intensitas opini publik tentang Program P4GN beserta integritasnya dengan lintas sektor
- Optimalisasi fasilitasi dan dukungan mitra kerja/stakeholders
- Semangat dan dedikasi para pengelola kegiatan Desa Bersinar di seluruh tingkatan wilayah serta para petugas lini lapangan Desa Bersinar (Relawan Anti Narkoba, Penggiat Anti Narkoba, Agen Pemulihan, TP PKK dan petugas lapangan dari Instansi terkait), dan
- partisipasi aktif masyarakat.
Good Urban Governance
Good Urban Governance merupakan suatu konsep mengenai manajemen atau tata kelola perkotaan yang berakar dari dua konsep yakni konsep Good governance dan Urban Governance. Konsep Good governance sendiri merupakan konsep tata kelola pemerintahan yang baik dengan beberapa komponen yang menjadi indikator pengelolaan pemerintah dapat dikatakan baik. Namun, konsep Good governance tidaklah lepas dari aspek governance. UNDP mengidentifikasi adanya dua aspek utama dari governance yakni:
- Secara teknis merupakan suatu proses dan prosedur dalam memobilisasi sumber daya, formulasi perencanaan, aplikasi teknis dan alokasi sumber daya dan
- Dalam prosesnya perlu adanya partisipasi masyarakat, akuntabilitas, dan pemberdayaan (Syakrani, 2009:120)
Menurut World Bank sendiri mengidentifikasi adanya 4 aspek utama dalam Good governance yang meliputi manajemen sektor publik, akuntabilitas, penegakan hukum dalam pembangunan, informasi publik dan transparansi. Konsep governance dan Good governance menjadi landasan penting dalam penerapan Good Urban Governance. (Tahir, 2015).
Good Urban Governance dalam penjelesannya memiliki beragam perspektif. Hendrik (2009), mengungkapkan bahwa inti dari nilai-nilai Good Urban Governance berasal dari prinsip-prinsip yang terkandung dalam Good governance. (Frank, 2014) Prinsip-prinsip tersebut antara lain yakni responsitas, efektifikatas, adanya penegakan aturan yang adil, akuntabel, dan demokratis. Tata kelola yang baik atau Good Urban Governance haruslah memperhatikan hal-hal tersebut dalam pelaksanaannya. Sedangkan perspektif lain menyebutkan bahwa Good Urban Governance sebenarnya merupakan kampanye global dari salah satu organisasi PBB yang bernama United Nations Human Settlements Programme (UN-Habitat). Organisasi ini bertujuan untuk membuat pedoman bagi negara-negara di dunia dalam rangka mewujudkan pembangunan perkotaan yang berkelanjutan.
Berdasarkan pendapat dari UN-Habitat di atas, tata kelola kota memiliki keterkaitan dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Tata kelola kota yang baik harus dapat memberikan akses bagi setiap masyarakat termasuk perempuan dan anak untuk menggunakan fasilitas perkotaan bagi kebutuhan mereka. Beberapa fasilitas yang harus dipenuhi dalam tata kelola kota yakni meliputi rasa aman, ketersediaan air bersih, sanitasi, lingkungan yang bersih, fasilitas kesehatan, pendidikan, pemenuhan gizi, dan pekerjaan yang layak. Ketersedian beberapa aspek tersebut akan memberikan kehidupan yang layak bagi masyarakat. Selain itu, Good Urban Governance berusaha untuk memperbaiki dan meningkatkan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat.
Sebagai suatu konsep, Good Urban Governance memiliki beberapa prinsip atau komponen yang perlu dipenuhi sebagai upaya mewujudkan tujuan-tujuan tata kelola kota yang baik, seperti pengurangan kemiskinan, penyediaan fasilitas dan infrastruktur bagi masyarakat, serta peningkatakn kondisi atau taraf hidup masyakat. Prinsipi-prinsip Good Urban Governance yang selayaknya diterapkan yaitu aspek keberlanjutan (sustainability), desentralisasi (decentralization), keadilan (equity), efisiensi (efficiency), transparansi (transparency), akuntablitas (accountability), keterlibatan masyarakat sipil (civic engagement), dan keamanan (security). (UN-Habit, 2000) Oleh karena itu, untuk mengetahui lebih jelas mengenai prinsip-prinsip dalam Good Urban Governance, berikut ini penjelasannya.
- Prinsip Keberlanjutan
Kota-kota dalam pembangunan dan penataannya harus mampu menciptakan keseimbangan kebutuhan sosial, ekonomi, dan lingkungan baik bagi generasi saat ini maupun generasi mendatang. Dalam kaitan ini, pemerintah daerah harus memiliki visi strategis jangka panjang dalam rangka human development yang berkelanjutan demi terwujudnya kebaikan bersama. Dengan demikian, berarti dalam praktiknya untuk penerpan Good Urban Governance, pemerintah suatu kota perlu memiliki perencanaan jangka panjang terkait tata kota didaerahnya. Hal ini biasanya terwujud dalam bentuk rencana strategis.
Selain itu dalam penerapa aspek keberlanjutan ini, secara praktis perencanaan tersebut haruslah dikomunikan dengan stakeholder-stakehoder lain, sehingga pemerintah tidak hanya serta membuat tanpa ada komunikasi terlebih dahulu dengan pihak non-pemerintah. Lebih lanjut strategi perencanaan jangka panjang tersebut harus memuat aspek keberlanjutan lingkungan dan menjamin kegiatan ekonomi bagi masyarakat. Sehingga sesuai dengan harapan prinsip keberlanjutan dari Good Urban Governance yang mana berupaya untuk meciptakan keseimbangan antara pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan suatu kota.
- Prinsip Desentralisasi
Prinsip desentralisasi dalam penerapan Good Urban Governance menyangkut pemberian wewenang dari pemerintah pusat kepada daerah/kota untuk melakukan penataan kota secara maksimal sesuai dengan kebutuhan daerah kota tersebut. Kota-kota harus diberikan sumberdaya dan otonomi untuk memenuhi tanggung jawab dan wewenangnya dalam proses tata kelola kota. Tidak hanya itu, prinsip desentralisasi dalam penerapan Good Urban Governance juga mensyaratkan agar kota mampu memaksimalkan potensi masyarakat untuk secara aktif terlibat dalam tata kelola kota. Dengan kata lain, aspek ini juga mendukung adanya partisipasi masyarakat dalam kontek tata kelola kota.
Prinsip desentralisasi secara praktis mengupayakan adanya transfer kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah kota hingga dalam tataran atau level kelurahan, RW, dan RT. Relasi yang dilakukan dapat bersifat horisontal maupun vertikal, baik antara pemerintah pusat, pemerintah kota dan institusi di bawahnya atau stakeholder non pemerintah lainnya seperti pihak masyarakat dan swasta. Selain itu, agar tata kelola kota dapat maksimal tentunya pemerintah pusat perlu mendukung melalui transfer atau alokasi anggaran dan dukungan dalam aspek administratif dan teknis bagi tata kelola suatu kota.
- Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan dalam penerapan Good Urban Governance mengacu pada keadilan bagi semua pihak untuk memperoleh dan mengakses manfaat dari pelaksanaan tata kelola kota. Kebermanfaatan fasilitas atau infrastruktur tata kelola kota tidak boleh bersifat dikriminatif dan dapat diakses baik oleh pria, wanita, anak, dan bahkan para penyandang difabel. Good Urban Governance memandang setara kepada semua orang dalam pemberian standar kegidupan melalui penyediaan pangan, gizi, pendidikan, pekerjaan yang layakn, pelayanan kesehatan, tempat tinggal, air bersih, sanitasi, dan fasilitas lainnya. Dalam prinsip keadilan ini, kesetaraan bagi setiap masyarakat diberikan tidak hanya dalam aspek pemanfaatan fasilitas kota saja, namun juga keterlibatan dalam proses pembuatan keputusan. Good Urban Governance sangat memperdulikan aspek kesetaraan gender dalam tata kelola kota.
- Prinsip Efisiensi
Prinsip efisiensi dalam tata kelola kota merupakan upaya dalam penyediaan pelayanan publik dan mempromosikan pembangunan perkotaan yang dilakukan secara sehat secara finansial dan hemat biaya dalam pengelolaan sumber pendapatan dan pengeluaran suatu kota. Prinsip efisiensi ini mengakomodir dan mengharuskan pihak non pemerintah yakni swasta dan masyarakat untuk berkontribusi secara formal maupun informal dalam tata kelola kota. Sehingga dapat membantu kinerja pemerintah yang mana kapasitas dari pemerintah memang dapat dikatakan terbatas pada aspek sumber daya. Oleh karena itu, untuk dapat memenuhi prinsip efisiensi dalam tata kelola kota, pemerintah perlu melakukan pengaturan pelayanan publik melalui strategi kemitraan dengan sektor swasta dan masyarakat sipil. Sedangkan dalam aspek manajemen atau pengelolaan sumber dayaanggaran, pemerintah perlu melakukan efisiensi dan efektifitas dalam pengumpulan pendapatan daerah. Prinsip efisiensi ini perlu didukung adanya aturan atau kerangka kerja legal/hukum yang menjadi acuan dalam pelaksanaan tata kelola kota agar dilaksanakan secara efisien.
- Prinsip Transparansi dan Akuntabilitas
Prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam tata kelola kota merupakan satu kesatuan yang saling memiliki korelasi atau hubungan. Akuntabilitas otoritas lokal terhadap warga harus menjadi perhatian penting, sehingga tidak ada tempat bagi praktik korupsi di pemerintah kota-kota. Akuntabiltas dalam tata kelola kota menunjukkan bahwa pemerintah mampu melakukan pertanggungjawaban dalam tiap tindakan melalui kebijakan, program, atau kegiatan tata kelola kota.
Akuntablitas didukung dengan adanya transparansi atau keterbukaan informasi yang dilakukan oleh pemerintah kota kepada masyarakat untuk mengakses informasi menyangkut tata kelola kota, khususnya mengenai pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah. Hal ini karena akses informasi yang bebas merupakan dasar bagi pemerintahan yang transparan dan bertanggung jawab. Penerapan prinsip akuntabilitas dan transparansi tata kelola kota dapat dengan melakukan keterbukaan pada pelaksanaan tender dan pengadaan serta melakukan audit dari lembaga independen. Hal ini untuk menghindari adanya praktik penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan. Pemerintah kota juga harus mempromosikan etika pelayanan publik dan menghilangkan unsur pungutan liar (pungli) dalam praktik tat kelola kota khususnya dalam penyediaan pelayanan publik. selain itu untuk dapat menjaring aspirasi dari masyarakat, pemerintah kota perlu menciptakan mekanisme atau program laporan warga, yang mana warga dapat melaorkan akan kejadian tertentu kepada pemerintah kota sehingga dapat ditindak lanjuti oleh pemerintah.
- Prinsip Keterlibatan Masyarakat Sipil
Masyarakat merupakan modal dalam tata kelola kota. Karena masyarakat tidak hanya berlaku sebagi objek saja melainkan juga subjek dalam pelaksanaan tata kelola kota. Selain itu, Good Urban Governance juga menyangkut aspek pembangunan manusia atau human development.
Pasrtisipasi masyarakat sipil dalam Good Urban Governance bukan merupakan partisipasi yang bersifat pasif, melainkan partisipasi aktif untuk berkontribusi pada kepentingan bersama. Aspek ini juga kembali. menekankan akan pentingnya keterlibatan dan pemeberdayaan khususnya perempuan untuk berpartisipasi secara efektif dalam proses pembuatan keputusan. Selanjutnya, untuk mendukung aspek keterlibatan atau partisipasi masyarakat dalam tata kelola kota, pemerintah perlu memperhatikan beberapa hal terkait dukunga regulasi yang mendukung pelaksanan keterlibatan masyarakat dan mengadakan forum-forum bersama masyarakat seperti public hearing. Akan tetapi, hal tersebut perlu didukung oleh terwujudnya kesadaran masyarakat untuk saling menjaga solidaritas karena akan sangat memungkin dalam pelaksanaan tata kelola kota muncul banyak kepentingan dan perbedaan pandangan antara satu dengan lainnya.
- Prinsip keamanan
Prinsip keamanan dalam tata kelola perkotaan merupakan upaya suatu kota menjamin dan menyediakan rasa aman bagi warga dari segala ancaman yang dapat menimbulkan rasa bahaya dan kehidupan yang tidak tentram bagi warga kota. Oleh karena itu, kota-kota harus berjuang untuk merupaya menghindari dan mencegah konflik yang dapat terjadi dalam masyarakat, bencana alam, dan kejahatan yang mungkin dapat terjadi di suatu kota. Sehingga warga disuatu kota tidak hanya sebatas merasa aman namun juga merasa bahwa kota yang ditinggali telah menjamin kesejahteraan bagi warga.
Prinsip keamaan dalam tata kelola kota memiliki beberapa langkah konkrit yang perlu dilakukan oleh suatu kota. Kota-kota harus mampu menciptakan toleransi keberagamaan. Hal ini karena di setiap kota pasti terdiri atas beragam penduduk dengan berbagai latar belakang kultur atau budaya, sehingga perlu dijaga harmoni dan toleransi antar warga masyarakat. Kota yang aman juga harus dapat mewujudkan kota yang aman dari kerentanan terhadap bencana alam maupun bencana yang diciptakan oleh manusia. Selain itu, tata kelola kota perlu mempertimbangkan aspek keamanan bagi para wanita dari ancaman pelecehan seksual dan kekerasan terhadap anak.
Prinsip-prinsip dalam konsep Good Urban Governance merupakan acuan dalam penataan perkotaan secara umum. Akan tetapi prinsip-prinsip tersebut dapat dipergunakan sebagi acuan penanganan permukiman kumuh. Apabila permukiman kumuh tersebut berada di perkotaan. Maka akan sangat relevan konsep Good Urban Governance dipergunakan. Karena konsep ini tidak hanya berupa untuk meningkatkan kualitas infratruktur semata, namun menjamin terciptanya pembangunan permukiman yang bekelanjutan. Sehingga harapannya permasalahan permukiman kumuh tidak hanya ditangani begitu saja, tetapi juga berkelanjutan prosesnya.
Pendekatan Penelitian
Penelitian evaluasi merupakan kegiatan penelitian untuk mengumpulkan data, menyajikan informasi yang akurat dan objektif mengenai evaluasi implementasi program desa/kelurahan bersinar (bersih narkoba), upaya daya tangkal penyalahgunaan narkoba di Kota Bengkulu. Berdasarkan akurasi dan objektivitas informasi yang diperoleh selanjutnya dapat menentukan nilai atau tingkat keberhasilan program desa/kelurahan bersinar (bersih narkoba), sehingga bermanfaat untuk pemecahan masalah yang dihadapi dan meningkatkan daya tangkal penyalahgunaan narkoba serta mempertimbangkan apakah implmentasi program Desa Bersinar perlu dilakukan perbaikan sistem.
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian dengan cara deksripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2010: 6). Peneliti menggunakan pendekatan penilitian kualitatif agar peneliti dapat melihat langsung dan memahami fenomena yang terjadi dalam penelitian sehingga dapat menggambarkan kejadian yang terjadi dengan bentuk kata-kata dan bahasa terkait evaluasi implementasi program desa/kelurahan bersinar (bersih narkoba), upaya daya tangkal penyalahgunaan narkoba di Kota Bengkulu.
- Fokus dan Aspek Penelitian
Fokus penelitian merupakan pedoman untuk memahami dan memudahkan dalam menafsirkan banyak teori yang ada dalam penelitian ini. Penelitian hanya menekankan pada evaluasi implementasi implementasi program desa/kelurahan bersinar (bersih narkoba), upaya daya tangkal penyalahgunaan narkoba di Kota Bengkulu khususnya di kelurahan Sawah Lebar dengan menggunakan model evauasi CIPP (Context, Input, Process, dan Produk) sebagai berikut:
- Evaluasi Konteks (Context Evaluation)
- Latar belakang
- Tujuan program
- Legalitas program
- Dukungan lingkungan
- Karakteristik populasi
- Sasaran program
- Evaluasi Masukan (Input Evaluation)
- Sumber daya manusia (sasaran, pendamping, pengelola program)
- Materi program
- Jenis Kegiatan
- Sarana dan prasarana
- Dana/anggaran
- Prodsedur program
- Evaluasi Proses (Process Evaluation)
- Persiapan,
- Proses pelaksanaan program,
- Hambatan/dukungan yang dijumpai selama pelaksanaan program
- Evaluasi Produk/ Hasil (Product Evaluation
- pencapaian tujuan
- Dampak program terhadap sasaran didik, orangtua/masyarakat dan penyelenggara
- Lokasi Penelitian
Penelitian ini rencana akan dilaksanakan di Desa/Kelurahan Bersih Narkoba (Bersinar ) Sawah Lebar, Kecamatan Ratu Agung, Kota Bengkulu.
- Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
- Observasi (Pengamatan)
Menurut Iskandar (2010: 217), observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses pengamatan dan ingatan. Metode ini dilakukan untuk Observasi digunakan untuk mengamati secara langsung kondisi kelurahan Bersinar (bersih narkoba),
- Wawancara Terstuktur
Menurut Cholid Narbuko (2003 : 83) metode interview (wawancara) adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan dimana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi–informasi atau keterangan keterangan. Pada penelitian ini, wawancara dilakukan dengan aparat yang terkait dengan program Desa/Kelurahan Bersih Narkoba (Bersinar) Sawah Lebar Kota Bengkulu.
- Studi Dokumentasi
Menurut Iskandar (2010: 219), teknik ini merupakan penelaahan terhadap referensi-referensi yang berhubungan dengan fokus permasalahan penelitian. Dokumen yang dimaksud diantaranya adalah dokumen pribadi, dokumen resmi, referensi-referensi, foto-foto, dan rekaman kaset.
- Teknik Pemilihan Informan
Informan adalah orang dalam latar penelitian, yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. (Satori, 2013). Teknik penentuan informan dalam penelitian ini purposive sampling, dimana penentuan informan dipilih dengan pertimbangan khusus dari peneliti, dengan mempertimbangkan karakteristik data berdasarkan kebutuhan analisis dalam penelitian ini. Menurut Iskandar (2010: 74) Purposive sampling adalah teknik penentuan berdasarkan penilaian, subjektif peneliti, karakteristik tertentu yang dianggap mempunyai sangkut paut dengan karakteristik populasi yang sudah diketahui sebelumnya dengan pertimbangan tertentu.
- Teknik Analisa Data
Menurut Moeloeng (2010:32), analisa data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan tempat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan konsep Miles dan Huberamn, proses analisis data dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus menerus sampai tuntas sehingga datanya sudah jenuh. Adapun tahap analisis data yaitu :
- Data reduction (Reduksi Data)
Reduksi data yaitu data primer dan skunder yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak untuk itu perlu dipilih mana yang penting, kemudian dirangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting kemudian dicari tema dan polanya.
- Data Display (Penyajian Data)
Data display (penyajian data) yaitu didalam penelitian kualitatif penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori dan yang paling sering adalah dengan teks yang bersifat naratif.
- Conclusion Drawing/Vertification (Kesimpulan)
Langkah terakhir dalam penelitian ini adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan Dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas.